Pekanbaru, (Antarariau.com) – Toro Jaya merupakan sebuah dusun atau perkampungan yang secara administrasi bagian dari Desa Lubuk Kembang Bunga, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau yang berjarak sekitar 48 km dari Teluk Kuantan.
Secara umum, dusun yang berpenduduk sekitar 4.000 jiwa tersebut tidak jauh berbeda dengan dusun atau desa lainnya di Riau. Mayoritas masyarakatnya hidup dengan mengandalkan perkebunan sawit, beberapa dari mereka ada yang berdagang.
Fasilitas umum, mulai dari tempat ibadah, sekolah, hingga pasar juga melengkapi perkampungan itu. Semua aktivitas masyarakat berjalan normal saat penulis bertandang ke dusun yang cenderung panas dengan jalan tanah berdebu tersebut, tengah pekan ini.
Meski semuanya terlihat normal, ada “satu hal” yang tak bisa lepas dari status dusun tersebut. Atau lebih tepatnya “satu masalah”. Yakni, dusun itu berada di dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo.
Status itulah yang membuat masyarakat dusun Toro Jaya, selama bertahun-tahun berdiri lebih memilih menutup diri. Mereka sangat gerah dengan kedatangan “orang asing”, terutama pemerintah dan jurnalis.
Beberapa jurnalis di Riau sebenarnya berhasil masuk ke dusun tersebut, namun, perlakuan yang kurang menyenangkan menjadi kesan yang sulit dilupakan. Meskipun ada yang berhasil, namun itu lebih karena kelihaian, seperti menyamar sebagai pedagang.
Tidak ada yang tahu persis kapan Dusun Toro Jaya berdiri di kawasan TNTN. Namun, pada Desember 2017, Antara sempat berkunjung ke Desa Lubuk Kembang Bunga, induk dari Dusun Toro Jaya.
Cukup banyak fakta menarik yang diperoleh dari Kepala Desa Lubuk Kembang Bungo saat itu, Rozi. Salah satunya, Rozi mengklaim dusun Toro Jaya berdiri sejak tahun 2000-an. Saat ini, ia mengklaim mayoritas masyarakat di Dusun Toro Jaya juga telah memiliki kartu tanda penduduk.
Selanjutnya, Rozi mengaku selain Dusun Toro Jaya, di kawasan TNTN juga berdiri satu dusun lainnya, yakni Kuala Renangan. Keduanya sama-sama diakui Pemerintah Kabupaten Pelalawan bagian dari Desa Lubuk Kembang Bunga. Belum ada angka pasti berapa jumlah jiwa mendiami dusun tersebut, namun diperkirakan lebih dari 8.000 jiwa. Mungkin saja bisa lebih ramai melihat beragam fasilitas yang tersedia serta kesempatan bertani di lahan negara.
Oleh karena Dusun itu berdiri di kawasan yang jelas dilarang negara, masyarakat kemudian secara swadaya membangun fasilitas di Toro Jaya maupun Kuala Renangan. Masjid, gereja, sekolah pasar, mereka dirikan secara swadaya.
Saat itu, Rozi bersama dengan Kepala Dusun Toro Jaya Suryadi dan beberapa tokoh masyarakat meminta beberapa jurnalis lebih baik tidak memasuki perkampungan tersebut. Meski secara tegas tidak melarang, namun isyarat mereka dapat disimpulkan bahwa masuk ke Toro Jaya atau Kuala Renangan bukan pilihan bijak.
Masyarakat Membuka Diri
Awal pekan pertama April 2018, kabar cukup mengejutkan terdengar dari Toro Jaya. Dusun Toro yang selama belasan tahun terkesan adem ayem dan luput dari pemberitaan, pada Senin (2/4) membara.
Laporan Polres Pelalawan menyebutkan terjadi aksi pembakaran sejumlah bangunan di Dusun Toro Jaya oleh masyarakat. Sedikitnya dua bangunan rata dengan tanah. Bangunan pertama adalah pos pengamanan yang disebut ampang-ampang, kemudian bangunan lainnya adalah sebuah rumah.
Laporan awal Polres Pelalawan menyebutkan aksi tersebut buntut dari praktik premanisme yang dilakukan sejumlah orang terhadap warga Toro Jaya. Buntut aksi itu, sejumlah tokoh masyarakat Dusun Toro Jaya yang resah dengan praktik premanisme kemudian membuka diri. Beberapa media memanfaatkan peluang itu untuk masuk ke perkampungan “terlarang” tersebut.
Informasi yang selama ini beredar bahwa Dusun Toro Jaya sudah berkembang sedemikian pesat, bahkan terdapat bus lintas provinsi lalu lalang masuk ke perkampungan zona merah itu, benar adanya.
Sedikitnya, terlihat tiga unit bus tujuan sejumlah kota di Sumatera Utara berada di Dusun Toro saat Antara menyambangi lokasi itu. Bahkan, di sana juga terdapat beberapa loket khusus penjualan tiket bus.
Toko-toko dengan beragam kebutuhan juga jelas terlihat di Dusun Toro Jaya. Mulai dari jasa fotokopi, kelontong, rumah makan hingga penjualan onderdil sepeda motor. Mungkin Toro Jaya lebih cocok disebut sebagai kota kecil, di dalam kawasan Taman Nasional.
Setiba di Toro Jaya medio pekan ini, ratusan warga sedang berkumpul di sebuah tanah lapang. Dibawah terik panas dan jalan berdebu tebal, masyarakat bermusyawarah yang dipimpin oleh Kepala Dusun Suryadi. Tenda seadanya cukup bagi mereka menyatukan suara, melawan premanisme.
Mereka membahas tentang praktik premanisme yang membelenggu selama empat bulan terakhir. Puluhan personel polisi tampak siaga di lokasi itu. Beberapa anggota polisi melengkapi diri dengan senjata api laras panjang.
Sejumlah warga di Dusun Toro Jaya mengatakan bahwa praktik premanisme sudah sangat meresahkan. Terdapat satu kelompok preman yang dipimpin oleh IG alias Iwan Tapung alias Iwan Cs yang kerap melakukan pungutan dan intimidasi kepada masyarakat.
“Mereka memungut uang Rp50 per kilogram sawit. Sementara satu-satunya jalan dikuasai oleh IG dan kelompoknya,” kata salah seorang warga, Gusar Sitanggang.
Meski ukuran retribusi terkesan kecil, namun Gusar mengatakan bahwa kelompok IG dalam satu hari bisa memperoleh uang belasan juta rupiah. Itu bersumber dari hasil panen sawit dari Dusun Toro Jaya yang mencapai 250 ton setiap hari.
Sementara itu, satu-satunya akses keluar masuk menuju Dusun Toro Jaya dikuasai oleh kelompok IG dengan membangun ampang-ampang dan rumah yang disebut sebagai markas. Selain pungutan, Gusar yang merasa gusar dengan praktik premanisme juga mengatakan kelompok IG tercatat beberapa kali berusaha mencaplok lahan masyarakat Dusun Toro Jaya.
Salah satu korbannya adalah seorang janda bernama Sumarni. Perempuan berusia 73 tahun itu mengaku menjadi korban keganasan kelompok IG sekitar empat bulan lalu. Lahan sawit miliknya seluas 20 hektare diambil paksa oleh anggota kelompok IG, sementara rumahnya dibakar.
Kepala Polres Pelalawan, AKBP Kaswandi mengatakan pihaknya tengah menyelidiki tindakan premanisme diduga dilakukan sekelompok orang yang dipimpin seorang pria berinisial IG alias Iwan Tapung.
Sejauh ini, Kaswandi menyebut telah menangkap tiga anggota dari kelompok IG. Ketiganya ditahan di Mapolres Pelalawan. Kapolsek Ukui, AKP Amri menambahkan saat ini situasi jauh lebih kondusif dibanding awal pekan lalu.
Pemerintah Melakukan Dialog
Sementara itu, meski belum pasti apakah keterbukaan masyarakat Dusun Toro Jaya akan berlangsung seterusnya, namun tentunya kesempatan ini seharusnya dapat dimanfaatkan lebih baik oleh pemerintah. Terutama membuka diskusi dan mencari solusi terkait keberadaan ribuan warga perkampungan yang mendiami kawasan Taman Nasional itu.
Selama ini, tindakan pemerintah yang belum jelas arah dan konsepnya membuat permasalahan perkampungan di TNTN semakin akut. Cepat atau lambat, tindakan dan langkah konkrit pemerintah harus segera dilakukan.
Tesso Nilo merupakan kawasan hutan lindung melalui dua kali penetapan perubahan fungsi Hutan Produksi Terbatas seluas 83.000 hektare lebih oleh Kementerian Kehutanan.
Penetapan pertama berdasarkan SK Menteri Kehutanan pada 2004 seluas 38.576 hektare. Tahap berikutnya pada 2009 seluas 44.492 hektare. Sebagian besar kawasan TNTN berada di Kabupaten Pelalawan dan sebagian kecil di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.
Meski telah ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung, Tesso Nilo seolah terabaikan. Kawasan hutan itu menjadi ajang “bancakan” bagi mafia lahan dan para perambah. Sedikit demi sedikit kawasan hutan disulap menjadi perkebunan sawit dan pemukiman.
Data terakhir 2017, kawasan hutan yang tersisa di Tesso Nilo hanya berkisar antara 19.000 hingga 20.000 hektare. Sementara sisanya telah disulap menjadi perkebunan sawit dan santapan mafia. Jika tidak ada konsep yang cepat, tepat dan segera, maka bukan sebuah kemustahilan hutan Tesso Nilo hanya tinggal nama. Begitu juga dengan sungainya Tesso dan Nilo yang masyhur, sumber rezeki bagi sebagian warga Pelalawan.
Kepala Balai TNTN, Supartono baru-baru ini mengakui sedang menghadapi tugas besar untuk menyelamatkan kawasan hutan yang tersisa. Dia menuturkan dalam upaya penyelamatan TNTN, Menteri LHK Siti Nurbaya juga telah membentuk tim revitalisasi.
Sementara pendataan dilakukan, dia menuturkan pihaknya terus menyiapkan dan mematangkan strategi penyelesaian penataan kawasan TNTN 2018 ini.
“Ada dua strategi PADA 2018. Pertama menyelamatkan hutan-hutan tersisa, termasuk kemitraan, Ekowisata, pengamanan dan pemberdayaan. Kemudian bersama tim revitalisasi menyelesaikan perambahan hutan,” urai Supartono beberapa waktu lalu.(ant)