MEDAN (Waspada): Presiden Perjuangan Hukum dan Politik (PHP), HMK Aldian Pinem, SH, MH menegaskan, pemerintah wajib membangun under pass (jalan bawah tanah) atau fly over (jalan layang) untuk lintasan kereta api di Kota Medan. Hal ini untuk mencegah terjadinya kemacatan lalulintas di Kota Medan seiring meningkatnya frekuensi perjalanan kereta api.
“Selama ini, pergerakan atau perjalanan KA regular dari Stasiun Besar menuju luar kota dan sebaliknya telah menimbulkan kemacatan lalulintas pada jamjam tertentu,” ujar Aldian Pinem kepada Waspada melalui telefon, Senin (28/1).
Belakangan, lanjut Pinem, PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyampaikan informasi melalui media massa tentang bertambahnya frekuensi perjalanan kereta api karena beroperasinya KA Medan Kuala Namu International Airport (KNIA). ‘’Bisa kita prediksikan bagaimana kondisi lalulintas, terutama di ruas jalan yang terdapat perpotongan lintasan kereta api,’’ujar Pinem.
Dalam hal ini, PT KAI, Angkasa Pura, pengelola KA Medan – KNIA, Pemko Medan dan Pemkab Deliserdang harus duduk bersama guna membahas dampak negatif penambahan frekuensi perjalanan kereta api terhadap lalulintas di ibukota Provinsi Sumatera Utara ini.
Terkait aset PT. KAI yang diduga telah berpindah tangan, Pinem berpendapat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus segera melakukan pengusutan. Apakah aset tersebut telah beralih kepada pihak swasta tanpa melalui prosedur?
Tentang penggunaan Lapangan Merdeka Medan untuk lahan parkir penumpang kereta api, Aldian Pinem menilai, kebijakan itu sangat melukai hati publik dan merusak Tata Ruang Kota Medan.
‘’Seharusnya, masyarakat bersama DPRD Medan dan DPRDSU mempertahankan kelestarian Lapangan Merdeka Medan tersebut,’’ tegasnya.
“Sekarang saja, keberadaan pusat jajanan di kawasan Lapangan Merdeka Medan, sangat tidak pantas. Konon pula dijadikan lahan parkir untuk penumpang kereta api,” tambahnya.
Kembali ke soal aset PT KAI, kata Pinem, DPRDSU harus melakukan investigasi dan menginventarisir seluruh aset tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat memahami mengapa pengembangan Stasiun Besar KA dialihkan ke Lapangan Merdeka, sementara PT. KAI memiliki aset berupa lahan di Kota Medan.
Dari hasil investigasi DPRDSU terhadap aset PT. KAI, katanya, jika ditemukan halhal diluar prosedur, maka harus ditindaklanjuti dengan melaporkannya ke kejaksaan atau kepolisian. Sedangkan pihak kejaksaan atau kepolisian harus pro aktif, apalagi media massa telah gencar memberitakannya.
“Berkaitan dengan itu, PHP segera menyurati Kejatisu agar fokus dalam pengusutan aset PT. KAI. Dengan kata lain, aparat penegak hukum harus pro aktif memprosesnya sesuai prosedur hukum yang berlaku,” kata Pinem.
Belum Ada Penjelasan
Sementara itu, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Divre I Sumut memberi penjelasan terkait bisnis aset mereka di Jln. Jawa dan Jln. Merak Jingga.
Humas PT. KAI Divre I Sumut Rapino Situmorang saat dihubungi Waspada, Senin (28/1), menyatakan sedang mengikuti rapat di luar kantor. Kemudian Waspada mengkonfirmasi Rapino melalui SMS. Namun hingga pukul 18:30, belum ada jawaban dari Rapino.
Sedangkan Kadivre I PT KAI Sumut M. Nasir saat dikonfirmasi Waspada melalui telefon selular, tidak berhasil. Nomor telefon seluler miliknya tidak bisa dihubungi.
Sebelumnya, Anggota DPD RI asal Sumut Parlindungan Purba, SH, MM berencana mempertanyakan peralihan aset PT. KAI di Medan kepada Dirut PT KAI.
“Apakah bisnis itu legal atau illegal? Kalau legal tentu ada pemasukan sangat besar bagi Negara. Kalau ilegal, harus diusut dan diproses secara hukum,” ujarnya.
Yang mengherankan, kata Parlindungan, tidak ada peningkatan sarana dan prasarana PT KAI di Sumatera Utara khususnya Kota Medan. Sementara, aset PT. KAI di Kota Medan dijadikan ajang bisnis selama bertahuntahun, bahkan telah beralih kepada pengembang.(m34/m32)
sumber: waspadamedan