SEKILAS TENTANG KEMATIAN DALAM SUKU KARO

Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai multikultur, tak dapat dipungkiri di Negara ini banyak sekali suku-sukunya,contohnya saja Suku Jawa, Batak, Toraja dan Karo. Yang dimana disetiap suku-suku ini mempunyai banyal sekali budaya-budayanya terutama mengenai upacara adat, baik itu upacara kematian maupun upacara lainnya. Namun didalam unsur-unsur yang mempengaruhi di dalam suatu upacara adat itu pun berbeda-beda. Contohnya saja, dalam Suku Karo, terdapat beberapa unsur dalam suatu upacara adat, misalnya didalam suatu upacara kematian, orang karo memiliki nama atau sebutan sendiri untuk suatu kematian. Sehingga itu, disini saya mencoba membahas mengenai tata cara dalam kematian orang Karo dan juga sebutan-sebutan kematian bagi orang Karo.

Hal yang pertama yang dilakukan pada saat orang meninggal, di dalam Suku Karo adalah seseorang yang meninggal atau mati tadi harus dimandikan atau dibersihkan terlebih dahulu, setelah itu orang yang meninggal tadi dipakaikan baju yang rapi dan baik baginya, di kening dan kedua pipi orang yang meninggal tadi diberi dua garis yang sejajar, bibirnya diolesi dengan campuran sirih, kapur dan gambir, yang terakhir pada jempol kaki orang meninggal tersebut diikat atau disebut juga dengan Kalaki. Tetapi, terkadang di dalam peti seorang yang meninggal itu diletakan beberapa barang-barang yang sangat berharga dan penting di saat orang itu masih hidup, contohnya dimasukan kain, obat-obatan, sandal ataupun sebagainya.

Setelah orang yang meninggal tersebut dipakaikan pakaian, dimandikan dan tata cara pertama tadi diselesaikan. Barulah dipanggil seluruh Sangkep Enggeluh, yang dimana terdiri atas, isteri/suami, anak, kalimbubu, anak beru, anak beru menteri, sembuyak, senina, sepemberen dan separibanan. Untuk melakukan suatu rapart, yang dimana rapart ini berfungsi untuk mendiskusikan kapan orang meninggal ini dipestatakan, dimana dikubur, siapa saja yang diundang dan apa yang harus diipotong sebagai lauk pada saat acara pestanya nanti, serta apakah pestanya nanti rose atau tidak rose. Kemudian barulah anak beru dan anak beru menteri menyiapkan untuk pesta bagi orang yang meninggal ini. Itulah beberapa yang pertama-tama dilakukan bagi orang yang meninggal di Suku Karo, sebelum pesta adat kematian dijalankan.

Selain itu dalam suatu kematian di Karo, terdapat beberapa sebutan untuk orang yang meninggal.

Secara umum orang Karo membagikan kematian, adalah sebagai berikut:

· Cawer mertua

Adalah suatu sebutan untuk orang yang meninggal, yang dimana dalam hal ini orang yang meninggal tersebut telah lanjut usia, yang dimana dia telah mempunyai cucu dan juga anak-anaknya telah berkeluarga, dan satu lagi pihak kalimbubu telah Ngembahken Nakan. Tapi terkadang sebutan Cawer Mertu ini disebutkan kepada orang-orang yang meninggal dan dia telah lanjut usia, serta telah bercucu.

· Tabah-Tabah Galoh

Adalah suatu sebutan untuk orang meninggal, yang dimana dalam hal ini orang tersebut telah berkeluarga, tetapi dia belum lanjut usia.

· Mate Nguda

Adalah suatu sebutan untuk orang yang meninggal, yang dimana dalam hal ini orang yang telah meninggal itu belum berkeluarga, atau bisa juga orang yang telah berkeluarga tetapi anak-anaknya masih kecil-kecil semua.

Sebutan untuk orang yang meninggal, berdasarkan penyebab atau keadaan kematiaanya, adalah sebagai berikut:

· Mati dalam kandungan ( Batara Guru)

Adalah suatu sebutan untuk orang yang meninggal karena disebabkan saat dia meninggal waktu dia belum lahir, dan roh dari yang meninggal inilah yang disebut dengan Batara Guru.

· Mati belum dikenal jenis kelaminnya

Adalah suatu sebutan untuk orang yang meninggal karena saat seorang lahir belum cukup atau seorang yang meninggal karena lahir prematur, dan jenis kelaminya belum diketahui.

· Mati sesudah lahir ( Bicara lahir)

Adalah sebutan untuk orang yang meninggal sesaat dia telah lahir, dan roh yang berasal dari orang yang meninggal ini disebut dengan Bicara Guru.

· Mati belum bergigi ( Lenga Ripen)

Adalah sebutan untuk orang yang meninggal, yang dimana saat seseorang yang meninggal tersebut belum mempunyai gigi atau dengan kata lain giginya belum tumbuh. Dan pada saat akan menguburkan, anak yang meninggal dalam keadaan ini harus dikuburkan diam-diam, karena ditakutkan jasatnya akan diambil orang.

· Mati anak-anak telah bergigi ( Enggo Ripen)

Adalah sebutan untuk orang yang telah meninggal, yang dimana orang telah meninggal itu telah mempunyai gigi atau giginya telah tumbuh.

· Mati belum menikah ( mati singuda-nguda)

Adalah sebutan untuk orang yang telah meninggal, yang dimana orang meninggal tersebut masih perjaka atau gadis dan orang tersebut belum menikah. Dalam hal ini, orang yang mengalami mati singuda-nguda apabila dia laki-laki, maka pada saat pesta anak beru akan memasukan seruas bambu ke dalam kemaluannya, atau tongkol jagung apabila dia perempuan. Hal ini disebabkan agar saat seorang perjaka atau gadis itu meninggal dia telah dapat dikatakan telah menikah dan hutang dan kewajiban anak beru itu telah selesai.

· Sirang Ture

Adalah sebutaan untuk orang yang meninggal, yang dimana orang yang meninggal tersebut disebabkan karena dia meninggal saat dia akan melahirkan anaknya. Pada zaman dulu, penguburan orang yang meninggal karena akan melahirkan dilakukan dengan cara dibakar, dan abunya dihanyutkan melalui sungai.

· Mati Kayat-kayaten

Adalah suatu sebutan untuk orang yang meninggal karena disebabkan dia menderita penyakit. Dan utang adata apabila orang yang meninggal ini adalah morah-morah kepada Kalimbubu, Pung Kalimbubu dan juga Anak Beru.

· Mate Sada Wari

Adalah suatu sebutan untuk orang yang meninggal karena disebabkan meninggal pada saat pertemputan, bencana alam ataupun kecelakaan, seseorang yang meninggal Mate Sada Wari akan dibuatkan kuburan yang sendiri, dan terpisah dari penguburan umum.(BrahmanaLimang)
sumber : kompasiana

This entry was posted in Cerita (Turi - Turin), Momo Man Banta. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *