DARI KEUKENHOF KE TAMAN MEJUAH-JUAH

NANANG/AMRY. BERASTAGI. Frances Kuo dalam Ruslan Andy Chandra di Kabar Indonesia mengatakan: “Tanpa akses ke rerumputan dan pepohonan, manusia adalah makhluk sangat berbeda. Mereka yang tinggal di gedung-gedung dekat areal hijau, memiliki rasa kemasyarakatan lebih baik dalam mengatasi tekanan hidup.”

Sejenak pandangan terhantar pada taman seluas 4 ha di Berastagi yang oleh Pemkab Karo diberi nama Taman Mejuah-juah. Taman ini tak sulit dijangkau, berjarak 5 menit dari pusat kota. Para pelancong dari luar kota kerap memarkirkan kenderaannya di depan pintu masuk arealnya.

Di sana, pengunjung disuguhi nuansa hijau rerumputan dan cemara khas kawasan yang dahulunya dikenal dengan Tanah Lapang Kuda serta eks penampungan korban kebakaran besar Berastagi. Selain dipenuhi cemara angin, sekarang, di areal itu terpasang beberapa alat permainan anak-anak yang menambah isi taman dari sebelumnya, seperti Monumen Letjen Jamin Gintings, panggung hiburan Open Stage I dan II, Gedung Kesenian, Museum dan Kamar Mandi Umum.

Menurut Kadis Budpar Karo, Dinasti Sitepu SSos, penambahan peralatan selain ditujukan menambah gairah warga memasukinya. Apalagi setelah pihaknya menempatkan kawasan itu sebagai salah satu daya pikat wisata Berastagi, Taman Mejuah-juah dipandang penting untuk terus dibenahi sehingga menjadikannya benar-benar taman kota.

Namun, hingga kini Taman Mejuah-juah belum memiliki jati diri yang dapat dijual laris manis ke kuping wisatawan, baik lokal, nasional maupun mancanegara. Pada dasarnya,  taman-taman kota berarti bagi warga dan pengunjung bila berguna untuk berbagai kegiatan/kepentingan, berfungsi sebagai tempat interaksi warga serta dapat menjaga/meningkatkan kualitas sosial warga.

Sejenak alam pikir kita ajak terbang ke Negeri Belanda, tepatnya di  taman bunga Keukenhof (Lisse), sebuah kota kecil dekat Bandara Schiphol (Amsterdam). Ada ciri khas taman ini yang membuatnya setiap April hingga Mei tak pernah sepi pengunjung. Wisatawan mancanegara dan warga kota di sana berlomba datang ke area seluas 32 ha ini hanya untuk melihat 7 juta bunga yang ditanam apik. Mulai dari tulip hingga narcis, muscari, hyacinth, dafodyl dan beragam bunga lainnya. Tertata indah dan menawan.

Bukan hanya itu, di sana tersedia ragam permainan anak-anak semisal serodotan yang tinggi menjulang, tali titian, permainan meluncur dengan katrol, jembatan goyang dan kincir angin. Jangan heran bila pengunjung rela bermacet ria selama 4 jam untuk masuk ke taman dengan tikket masuk seharga 12,5 Euro untuk dewasa dan 5,5 Euro bagi anak-anak.

Image DetailTerbayangkah jika suasana itu berpindah ke Taman Mejuah-juah? Memang bukanlah pekerjaan gampang menata taman yang kini jadi kebanggaan kota wisata Berastagi ini. Namun, setidaknya ada asa menjadikan areal hijau itu semakin berarti. Bukan hanya berarti untuk pengunjung, lebih dari itu, juga buat masyarakat sekitar yang terdongkrak asset ekonominya bila Taman Mejuah-juah ramai dikunjungi.

Impian terwujud bila master plan sebuah Taman Kota segera direalisasikan oleh Pemerintah Daerah. Modal dasar hijaunya rumput dan pohon cemara lengkap dengan segala sarana yang telah disebut, diyakini tinggal sedikit menambahnya dengan ragam bunga, permainan dan sarana olahraga. Ini pasti akan membuat taman ini dikagumi, seperti kekaguman banyak orang akan lirik lagu Meniti Hutan Cemara dari Katon Bagaskara.
sumber : http://www.sorasirulo.net

This entry was posted in Berita dan Informasi Utk Takasima, Informasi Untuk Kab. Karo, Jelajah Objek Wisata Karo. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *