Setiap kali berkenalan dan saya menyebut nama saya dan asal usul sebagai suku Batak Karo, teman teman saya pasti tertawa sambil menyebutkan nama nama lain yang memang kedengarannya unik dan lucu;
“ Kursi Singarimbun”, “Batu Tarigan” , “Meja Sembiring”, “Sopan Gurusinga” “Telah Bangun”, “Analgin Ginting” bahkan “Welcome Sitepu”.
Saya yakin Anda pun, saat membaca tulisan ini pasti tertawa terbahak bahak, karena lucunya nama nama di atas. Dan nama itu memang benar benar ada.
Lalu ada lagi nama nama nama yang diambil dari daerah lain, “Suharto Tarigan”, “Syaiful Bahri Karo Karo”, “Tertib Sinulingga”, “Terbit Bukit” .
Sebenarnya apa yang mendasari pemberian nama itu sehingga begitu ringkas dan seolah olah “asal” saja, adalah karena pemahaman orang orang Karo terdahulu bahwa semua benda itu mempunyai roh.
Meja itu punya roh, kursi itu punya roh, bahkan apapun yang saat itu diingat oleh sang ayah dan ibu adalah karena roh juga. Misalnya saat mau memberi nama anaknya, dia teringat akan kata Welcome, maka segera akan memberi nama anaknya welcome. Karena pada saat itu dia berfikir roh si meja, roh si kursi , roh si batu atau roh si welcome akan menjadi pendamping dan penolong anaknya sepanjang hidupnya.
Semua benda punya roh, atau semua benda dan zat punya hidup, adalah kepercayaan para filsuf Yunani Kuno yang beraliran Hylozoisme (Hylozoismà Hyle adalah benda atau zat, zoa adalah hidup). Saya tidak ingin mengatakan bahwa Orang Karo beraliran filsafat Hylozoisme, atau keturunan Yunani. Tapi sebenarnya ada kecerdasan berbudaya dibalik pemberian nama yang lucu lucu itu. Apa dampak dan hasilnya, paling tidak ada dua.
1. Sistem kekerabatan Karo sangat kental dan sangat kuat. Nama nama yang lucu tadi karena unik dan tiada duanya segera memperkenalkan bahwa penyandang namanya orang Karo. Khususnya bagi orang Karo yang merantau, begitu mendengar namanya saja, misalnya ” Meja S” langsung dia berfikir, ‘pasti penyandang nama ini orang karo’. Memang risikonya namanya sering ditertawai dan dipelesetken orang suku lain. Hahahahha. Atau kalau namanya “Batu” pasti semuo orang karo tahu bahwa penyandang nama “Batu” itu adalah orang Karo bermarga Tarigan. Sesama orang karo tidak pernah melecehkan atau menertawai nama sahabatnya, apapun nama itu. Bahkan ada juga nama teman saya “ Keranjang Barus”.
2. Hasil yang kedua adalah penguatan nama panggilan. Umumnya setelah dia berkeluarga. Seorang laki laki atau perempuan ketika dia sudah dewasa dan mempunyai anak, maka dia memperoleh panggilan sebagai ibu anaknya. Katakanlah nama anaknya itu Eddy, maka dia akan dipanggil Ibu Si Eddy atau “ Nande Eddy”. Sedangkan Bapaknya akan dipanggil Bapa Si Eddy adat Pa Eddy. Jadi apapun tadinya namanya, maka setelah dia berkeluarga dan punya keturunan, maka panggilannya berubah yang maknanya penguatan peran nya, keberadaannya serta tanggung jawabnya. Soal tanggung jawab kepada anak, memang sangat kental dalam kesadaran orang Karo ataupun orang Batak secara keseluruhan.
Sekarang nama nama Orang Karo itu sudah sangat modern, tidak ada bedanya dengan nama nama suku yang lain. Vicky Ebraldi Sinulingga, Kevin Kehaganta Sembiring, James Putra Al Shalom Ginting, Rachel Cantik Jelita Br Sitepu dan lain lain. Bahkan banyak orang karo sudah mulai meninggalkan marganya. Nama anaknya sangat modern, Misalnya John Barnes Tarigan, tapi Tarigannya dihilangkan sehingga hanya dipanggil John Barnes saja.
Oleh : Analgin Ginting
sumber : http://sosbud.kompasiana.com