MENGAPA PERBAIKAN MENYELURUH RUMAH SUAH MEMUNGKINKAN?

LORETA KAROSEKALI. AMSTERDAM (Sora Sirulo, Maret-April 2011). Sungguh mendebarkan, mengikuti kegiatan para sukarelawan menyisip atap Rumah Melas dari kejauhan. Hubungan telepon dengan para sukarelawan di lapangan, membaca beritanya di koran-koran online, melihat foto-fotonya di facebook dan menonton videonya di youtube membuat kita bisa mengikutinya dari kejauhan. Berhasilnya sukarelawan menyisip atap rumah ini membuat hati lega dan semakin optimis perbaikan Rumah Suah di Desa Melas (Kec. Dolatrayat, Kab. Karo) secara menyeluruh dapat dilaksanakan.

Sebenarnya tidak mudah melestarikan rumah adat Karo. Beberapa restorasi rumah adat Karo yang dilakukan 50 tahun belakangan ini datangnya hanya dari pihak pemerintah atau dananya disalurkan lewat pemerintah daerah. Pemkab Karo pernah memimpin restorasi beberapa rumah adat di Lingga (Kec. Simpangempat) di tahun 1970an. Pemkab Karo merestorasi beberapa rumah adat lagi di Lingga ditambah Dokan (Kec. Merek) beberapa tahun lalu. Selain itu, tidak ada rumah adat Karo yang direstorasi.

            Memang, ada beberapa pemilik rumah adat yang memperbaiki atap rumah adatnya dari kebocoran dengan mengganti atap ijuk menjadi seng seperti yang banyak terjadi di Juhar. Tapi, perbaikan seperti ini tidak dapat dikatakan restorasi karena terlalu banyak mengurangi nilai keasliannya.

Restorasi yang pernah dilakukan umumnya terbatas pada perbaikan atap. Rumah adat Karo dapat bertahan ratusan tahun bila tidak ada kebocoran pada atap dan digunakan secara rutin sebagai tempat tinggal. Asap memasak di dalam rumah menahan berkembangnya rayap yang bisa merusak kayu konstruksi. Itu sebabnya panitia “Koin untuk Rumah Adat Karo” mendahulukan perbaikan atap Rumah Melas.

Masih ada beberapa rumah adat Karo yang bisa pulih sepenuhnya hanya dengan menyisip atapnya yang bocor. Tapi, permasalahan utama bukanlah pada ketidakmampuan teknis, melainkan karena para pemiliknya sudah lebih menginginkan rumahnya runtuh daripada direstorasi. Sebagian besar rumah adat Karo yang masih tersisa sudah ditempati oleh orang-orang bukan pewarisnya, baik secara gratis maupun menyewa. Mereka merasa tidak berkewajiban menyisip kebocoran atap sepanjang tidak mengganggu kenyamanan tinggal di sana. Di pihak lain, para pewaris lebih menghargai nilai uang tapak yang akan mereka warisi bila rumah runtuh. Untuk apa mereka menyisip atap kalau mereka tidak tinggal sama sekali di sana?

Di situlah kekhususan Rumah Suah di Melas. Sebagian besar warga Melas membangun rumah lebih dekat ke jalan raya Medan-Berastagi atau Laugendek-Bukit. Singkatnya, nilai ekonomis tapak rumah di perkampungan asli tidak tinggi. Meski para pewaris rumah sudah tinggal di tempat lain, runtuh tidaknya rumah adat mereka di perkampungan asli tidak sangat mempengaruhi perekonomian mereka. Bila ada yang mau memperbaikinya, mengapa tidak? Begitulah kira-kira pertimbangan para pewaris Rumah Melas yang memudahkan sukarelawan memperbaiki rumah ini.

Keadaan seperti Rumah Melas tidak banyak di Taneh Karo. Harga jual tapak rumah lebih menggiurkan daripada memperpanjang usia bangunannya. Inilah masalah utama yang perlu segera dipecahkan bila ingin menyelamatkan semua rumah adat Karo.

Satu hal lagi yang memotivasi panitia menyelamatkan Rumah Suah adalah adanya rumah-rumah papan berkolong di perkampungan asli. Meski rumah-rumah ini tidak tergolong bangunan tradisional Karo, gaya arsitekturnya merupakan monumen sejarah karena, selain unik, mengingatkan arsitektur di masa kolonial dan banyak dibangun di tahun 1950an sepulang Mengongsi di Masa Agresi Militer Belanda (1947-1948). Rumah-rumah ini membuat hidup Rumah Suah sebagai sebuah pusat perhatian wisata. Apalagi di dekat Rumah Suah masih ada satu bangunan sapo page yang memungkinkan untuk direstorasi total.

Masalah utama panitia sekarang adalah belum cukupnya dana yang terkumpul dari gerakan “Koin untuk Rumah Adat Karo” untuk meneruskan pemugaran Rumah Suah secara keseluruhan.                                                                                                                sumber : http://www.sorasirulo.net

This entry was posted in Berita dan Informasi Utk Takasima, Momo Man Banta. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *