MASALAH kelangkaan air bersih di Kabanjahe bukan hal yang baru bagi warga di Ibukota Kabupaten Karo ini. Menampung air hujan salah satu pilihan untuk menanggulangi keperluan menyuci pakaian, piring dan mandi.
Puluhan tahun warga yang tinggal di dataran tinggi itu menanti perubahan kelancaran air bersih. Namun harapan itu tak kunjung tiba, meski bupati terpilih selalu menyuarakan upaya kelancaran air bersih.
Bahkan mantan Bupati Karo Drs Daulat Daniel Sinulingga di medio periode jabatannya, pernah mengupayakan penanggulangan kelangkaan air bersih dengan melakukan kerja sama dengan pemerintahan kota Zundert Belanda. Meski penandatanganan kesepakatan bersama (MoU) dilakukan, namun usaha itu tidak membuahkan hasil sama sekali, hanya sebatas kunjungan saling berbalas.
Permasalahan air bersih ini seakan tidak pernah berujung dan tidak pernah dapat diatasi oleh siapapun yang menjadi Bupati di bumi Turang ini.
Pasalnya, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtamalem Kabanjahe sebagai pengelola air bersih tidak mampu berbuat banyak.
Berbagai permasalahan yang menimpa perusahaan itu merupakan penyebab terganggunya kelancaran air bersih di Kabanjahe. Selain pegawai terlampau banyak dibanding dengan jumlah pelanggan, keterbatasan sumber mata air juga merupakan penyebab utama tidak lancarnya pendistribusian air bersih ke rumah-rumah penduduk. Belum lagi permasalahan pemasangan jaringan instalasi air yang dilakukan sesuka hati oleh karyawan PDAM Tirta Malem.
Seperti penuturan Josen Kembaren (40) warga kompleks Ruko Lahi Raja Munthe Kabanjahe kepada Jurnal Medan, Rabu (28/9). “Saya terpaksa beli air bersih dari pengusaha sumur bor, karena sudah hampir dua minggu air tidak jalan. Padahal saya tidak pernah menunggak rekening air. Sepertinya keadaan ini ada unsur kesengajaan dari PDAM Tirta Malem yang sampai sekarang belum terima gaji. Untung saja sekarang musim hujan, air bisa ditampung” ujarnya.
Dikatakannya, permasalahan yang menimpa karyawan PDAM itu urusan internal mereka dan ada mekanisme penyelesaiannya.
Tapi jangan rugikan konsumen yang setiap bulan bayar rekening. “Saya mesan air sudah dua hari, tapi belum juga diantar hari ini, alasannya pembeli antri. Demikian juga sumur bor yang lain, pagi-pagi kita pesan malam belum tentu diantar, saking banyaknya yang mesan air. Satu drum Rp5000, sekali pesan 6 drum, dua sampai tiga kali sebulan sudah pasti mesan air. Kalau seperti ini, bisa tiap minggu mesan air ke sumur bor. Coba bayangkan bagaimana kami repotnya, anehnya rekening air tetap jalan,” ujarnya.
Untuk mengetahui permasalahan air bersih di Kabanjahe, Jurnal Medan mencoba mengkonfirmasi Direktur Utama PDAM Tirta Malem Kabanjahe, Antoni Sembiring SH di kantornya, namun tidak berhasil ditemui. Menurut karyawannya, Dirut yang berdomisili di Medan itu kerap tidak masuk kantor, bahkan hingga berbulan-bulan. Apalagi gaji karyawan Tirtamalem sudah tiga bulan belum dibayar termasuk utang ke PLN dan Tirtanadi Medan
Sementara, Direktur Umum Esra Tarigan juga sedang berada di luar kantor. Saat coba dihubungi, ponselnya dalam keadaan tidak aktif, sehingga ngadatnya air minum PDAM Tirtamalem tidak diketahui secara pasti apa penyebabnya.
Tempat terpisah, menyikapi hal tersebut pemerhati sosial, Amsali Sembiring SH MH mengatakan, persoalan yang melilit PDAM Tirtamalem Kabanjahe, ujian bagi Bupati Karo Kena Ukur Surbakti dan wakilnya Terkelin Berahmana SH. Diakui Amsali Sembiring, persoalan ini merupakan warisan dari bupati sebelumnya, tapi dia tidak boleh lepas tanggungjawab begitu saja.
“Disitulah diuji kepiawaian pimpinan daerah sejauh mana dia mampu menyelesaikan beragam permasalahan yang ada. Bukan membiarkan persoalan itu berlarut-larut dengan mengatakan bahwa persoalan itu warisan kepala daerah sebelumnya. Kepemimpinan itu kan menyangkut pelayanan dan tanggungjawab,” ujar Amsali Sembiring yang juga dosen Universitas Quality Kabanjahe.
sumber: http://medan.jurnas.com