RENYAHNYA LABA KERIPIK ANEKA RASA

Keripik berbahan dasar buah bagi sebagian besar orang Indonesia mungkin tak terlalu istimewa. Namun siapa sangka, di tangan Sinta, makanan kecil yang sudah populer tersebut menjanjikan keuntungan yang menggiurkan.

Dengan sentuhan kreativitas dan bekal pengalaman bekerja di bisnis sejenis, wanita muda yang lahir dari keluarga sederhana ini bisa mewujudkan mimpi dan membalikkan kondisi kehidupanya selama ini melalui keripik aneka rasa.

Kehidupan yang keras dan serba pas-pasan membuat Sinta ditempa. Sejak SMP, ia sudah bekerja di bengkel teralis ayahnya. Hingga duduk di SMA, bersekolah sambil bekerja menjadi bagian dari hidupnya. “Saya sempat bekerja di pabrik keripik pisang. Di situlah saya belajar banyak,” ujarnya saat ditemui SH di acara Regional Entrepeneurship Summit di Nusa Dua, Bali, baru-baru ini.

Berbekal uang tabungan sebesar Rp 3 juta yang dikumpulkannya dari bekerja sejak SMA, wanita tanpa nama belakang ini memberanikan diri membuka usaha keripik pisang selepas lulus sekolah. Banyak orang termasuk ibunya sendiri menyangsikan langkahnya tersebut. Namun Sinta bergeming. Ia yakin dengan apa yang akan dilakukannya.

Kegemarannya memasak dan dengan modal yang ada termasuk alat-alat masak milik sang ibu, wanita kelahiran Teluk Betung, 24 Oktober 1986 ini memulai usaha yang akan mengubah hidupnya. “Saya ambil pisang langsung dari petani di Pringsewu karena lebih murah dan dengan mobil pickup yang saya bawa sendiri,” kenangnya.

Dengan modal awal Rp 3 juta, ia bisa membuat 5 kilogram keripik. Lantaran belum memiliki tempat, produknya baru dipasarkan ke sekolah-sekolah, toko camilan, dan toko cendera mata yang biasa dikunjungi wisatawan. Sinta memberi merek Istana Keripik dan untuk menghormati ibunya, ia menambahi nama Ibu Mery di belakangnya. “Omset pertama saat itu hanya Rp 500.000,” serunya.

Sambil menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, usaha Sinta makin berkembang. Setelah mendapatkan lokasi tetap untuk berusaha, variasi rasa keripik yang dibuatnya semakin banyak, produknya makin lama makin dikenal.

Peraih juara 3 Kompetisi Wirausaha Mandiri tahun 2008 ini memang punya cara berdagang yang agak berbeda agar keripik pisangnya laris. Ia membiarkan calon pembeli mencicipi keripik pisang buatannya sebelum memutuskan untuk membeli. Pembeli juga diperlihatkan proses produksi keripik buatannya. “Jadi kalau dikasih gratis nyicip orang terlihat senang. Memuaskan konsumen itu memang penting dan terbukti berhasil,” kata Sinta.

Saat ini dibantu 15 orang karyawannya, lajang ramah ini sudah menciptakan 10 rasa keripik, seperti stroberi, keju, cokelat, jagung, dan sebagainya yang dibanderol seragam Rp 40.000 per kilogram. Bahan baku tak melulu dari pisang, tapi sudah merambah ke buah nangka, ubi ungu, singkong sampai sukun.

Seiring berjalan waktu, ia banyak mendapat pelatihan kewirausahan, seperti yang didapatnya dari Bank Mandiri. Outlet-nya yang dibangun tanpa pinjaman dari pihak lain seperti perbankan, kini makin banyak menjadi tiga unit di daerah Tanjung Karang Barat yang ramai dikunjungi pembeli tiap hari. “Saya juga bekerja sama dengan supir bus untuk memasarkan produk, tentu dengan komisi tertentu,” tuturnya.

Bahkan saking laris produk buatannya, ia mengaku pada waktu-waktu tertentu ia tak bisa memenuhi banyaknya pesanan atau pembelian dari konsumen. Maklum, saat ini kapasitas produksinya yang sebesar 400 kilogram per hari dan masih dikerjakan secara manual belum bisa memenuhi pesanan. “Jika musim liburan sama mau Lebaran, biasanya permintaan naik. Pernah satu minggu mau Lebaran libur karena tidak ada barang,” ujar wanita yang baru saja meraih gelar sarjananya Juni 2011 lalu.

Uniknya, kendati mulai dikenal orang dan banyak pesanan, ia mengaku tak berminat membuka cabang di daerah lain. Ia hanya mempersilakan orang lain untuk menjadi reseller dan memberikan harga spesial sebesar Rp 32.000 per kilogram bagi pembeli yang ingin menjual kembali produknya.

Syaratnya, sang reseller minimal harus membeli 10 kilogram dan dibebaskan ongkos kirim. “Kalau di luar Jabodetabek, ongkos kirim ditanggung sendiri. Sudah banyak pembeli yang mau jual lagi, biasanya dari Jabodetabek,” jelasnya.

Lebih lima tahun bergulir, Istana Kripik Ibu Mery saat ini beromset Rp 120 juta sebulan dengan margin keuntungan sekitar 50 persen. Sinta saat ini tak lagi sekadar bermimpi untuk memiliki rumah sendiri atau bahkan mobil mewah seperti Toyota Fortuner. “Kalau ada keuntungan lebih, kasih bonus ke karyawan dong,” pungkasnya bersahaja.
sumber: http://www.sinarharapan.co.id

This entry was posted in Informasi AgriBisnis, Informasi Untuk Kab. Karo. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *