Infeksi saluran pencernaan pada anak-anak memang cenderung bisa berakibat fatal. Rotavirus dikenal sebagai penyebab sebagian besar masalah gastroentritis atau masalah pencernaan yang menyebabkan diare pada bayi. Masalah ini juga mengakibatkan lamanya waktu perawatan di rumah sakit pada bayi di dunia.
Angka kematiannya berkisar 25-30 persen. Menurut dokter spesialis hati dan pencernaan anak di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Ina Rosalina, dari semua pasien anak yang dirawat karena diare, sekitar 60 persennya akibat rotavirus. Selebihnya disebabkan oleh bakteri. “Penyebabnya kebanyakan adalah lingkungan kotor, orang tua jarang cuci tangan, alat makan kurang bersih, dan jambannya juga,” ujar Ina kemarin.
Selain itu, virus bisa menyebar lewat udara, misalnya dari sisa feses atau kotoran bayi yang menderita diare. Adapun penyebaran rotavirus lewat batuk-pilek, seperti pada penyakit infeksi saluran pernapasan akut, kata dia, masih diragukan. “Virus diare juga bisa menular dari bayi ke orang tua,” katanya.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2007 dari Kementerian Kesehatan, tingkat kematian bayi berusia 29 hari hingga 11 bulan akibat diare mencapai 31,4 persen. Adapun pada bayi usia 1-4 tahun sebanyak 25,2 persen. “Bayi meninggal karena kekurangan cairan tubuh,” ujarnya.
Dibanding akibat bakteri, diare yang disebabkan oleh rotavirus membuat cairan tubuh bayi keluar bersama kotoran seperti air dan berlangsung secara terus-menerus. Bayi yang lemas, rewel, jarang kencing, serta kelopak mata dan ubun-ubun cekung menjadi pertanda bahwa ia telah kekurangan cairan taraf sedang. “Itu bayinya sudah haus banget,” ujar Ina. Dalam kondisi dehidrasi berat, bayi sudah tidak mau minum.
Penyebab diare akibat virus atau bakteri bisa dipastikan di laboratorium pemeriksaan rumah sakit. Bakteri biasanya menyebabkan perut bayi menjadi sakit, mules, hingga feses berdarah. “Kalau leukosit lebih dari 5, itu berarti kerusakan usus akibat bakteri, sehingga perlu obat antibiotik. Tapi kalau virus, leukosit normal dan tidak perlu obat,” katanya.
Diare akibat rotavirus akan berhenti secara alami dalam 7-8 hari. Namun selama itu, bayi harus diberi cairan terus-menerus. Sesuai dengan standar dunia, ada lima asupan yang harus diberikan, di antaranya cairan oralit, zinc, makanan, dan air susu ibu.
Pencegahannya, kata Ina, dengan pemberian vaksin rotavirus. “Mulai tahun ini sudah beredar vaksin rotavirus bikinan dua produsen dalam negeri,” ujarnya. Harganya Rp 200-500 ribu per suntikan. Pemberian vaksin sesuai dengan jenis produknya dilakukan selama dua-tiga kali. Sesuai dengan jadwal imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia 2011, vaksin rotavirus diberikan pertama kali pada bayi berusia 6-14 minggu dan harus lengkap sebelum berusia 6 bulan.
Vaksin rotavirus memang terbukti berhasil mengurangi waktu anak dirawat di rumah sakit karena diare. Di Amerika, vaksinasi rotavirus terhadap bayi baru dimulai pada 2006, untuk yang berusia 6-24 bulan.
Berdasarkan penelitian yang dijalankan sepanjang 2006-2009, penggunaan vaksin rotavirus bisa melindungi anak dari rotavirus sebesar 87-96 persen. Selama ini rotavirus bertanggung jawab atas 4-5 persen anak yang dirawat di rumah sakit karena gastroentritis.
“Data kami sudah terkonfirmasi bahwa penggunaan vaksin rotavirus bisa menurunkan secara dramatis jumlah anak yang dirawat di rumah sakit,” kata Daniel C. Payne, MSPH, PhD, penulis hasil penelitian dari Centers for Disease Control and Prevention di Atlanta.
Bahkan, untuk anak yang lebih besar, vaksin rotavirus juga memberi keuntungan. “Jumlah anak yang dirawat karena rotavirus juga berkurang hingga 92 persen dan ini merupakan dampak ikutan dari gencarnya vaksinasi untuk mencegah penyebaran.”
sumber: http://waspada.co.id