Peran perpustakaan sekolah maupun kampus sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan sumber daya manusia. Keberadaan perpustakaan sebagai akses dalam memperoleh informasi dan pengetahuan bagi para pelajar, mahasiswa maupun elemen masyakat lainnya, sangat penting.
Apalagi perpustakaan adalah pusat informasi, pusat belajar, pusat kajian dan pusat penyebaran informasi, sehingga sangat strategis dalam menunjang keberhasilan studi pada jenjang apa pun mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Buku Up to date
Sebagai fasilitas pendukung pencerdasan SDM pada proses pembelajaran melalui penyediaan bahan pustaka yang sesuai dengan kurikulum, sejatinya perpustakaan itu dilengkapi dengan buku-buku yang up to date dan sesuai dengan perkembangan jaman.
Bahkan yang terutama sekali tidak membebankan biaya-biaya administrasi kepada setiap anggota pemustaka, baik oleh pihak sekolah, perguruan tinggi maupun perpustakan daerah.
Hal ini dibenarkan Kepala Pusat Sistem Informasi USU, Dr Ahmad Ridwan Siregar SH MLib. Dia menyebutkan perpustakaan sebagai bentuk pelayanan publik memang seharusnya tidak membebankan biaya kepada pengunjung atau anggota pemustaka.
”Perpustakaan itu bisa ramai saja dengan pengunjung sudah merupakan suatu hal yang bagus, sebab secara tidak langsung membawa mereka menuju kecerdasan,” kata Ridwan belum lama ini di kampus USU, Padang Bulan Medan.
Menurutnya tidak gampang menciptakan budaya baca kepada peserta didik. Jadi dengan tidak dikenakan biaya bagi pemustakaan diharapkan mereka lebih sering mengunjungi perpustakaan.
Di USU, kata Ridwan seluruh mahasiswa USU tidak dikenakan biaya adminstrasi. Dengan terdaftarnya sebagai mahasiswa, maka secara otomatis mereka menjadi anggota perpustakaan dan tidak dikenakan biaya apapun.
Perpustakaan sekolah menurut Ridwan harus membekali siswa dengan keterampilan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan imajinasi.
Siswa yang sukses adalah siswa yang mampu berpikir kreatif, memiliki keterampilan yang memungkinkan bergerak secara kompeten menuju suatu masyarakat kaya informasi.
”Tanpa perpustakaan sekolah yang efektif dan pustakawan-guru yang terlatih dan berpengalaman, hal itu tidak akan menjadi kenyataan,” ungkap Ridwan.
Ridwan menilai hingga saat ini perpustakaan di sekolah-sekolah baik pendidikan dasar maupun menengah belum dipandang penting untu peningkatan kualitas pendidikan. Hal itu terlihat dari tidak berkembangnya perpustakaan di sekolah-sekolah terutama di luar kota-kota besar atau bahkan ada sekolah yang tidak memiliki perpustakaan samasekali. Jikapun ada pintunya lebih banyak terkunci atau tidak diminati oleh para siswa maupun guru.
Beberapa perpustakaan yang masih bertahan hidup sebagian besar hanya memiliki koleksi yang sudah usang dan miskin dukungan dari administrator sekolah.
Demikian juga dengan perpustakaan umum kota Medan yang dinilai Ridwan cukup memprihatinkan. Menurutnya, Pemerintah Kota (Pemko) Medan terkesan kurang memperhatikan komponen infrastruktur publik seperti perpustakaan umum sebagai institusi non formal dan lebih mengutamakan pembangunan institusi formal. Akibatnya terjadi kesenjangan terutama bagi masyarakat miskin karena kekurangan akses informasi dan layanan publik.
Ditambahkannya, kondisi perpustakaan Kota Medan masih sangat memprihatinkan dan sepi dari pengunjung. Hal itu dibuktikan minimnya pengunjung yang datang tidak melebihi 100-an per harinya.
Ridwan mengungkapkan, banyak faktor yang mempengaruhinya sepinya perpustakaan tersebut, antara lain kurang lengkapnya buku-buku yang ada dan minimnya fasilitas, sehingga pengunjung merasa tidak nyaman jika berada di dalamnya.
Padahal di negara maju, perpustakaan bisa menjadi lokasi wisata karena turis akan memperoleh informasi tentang pariwisata di suatu kota yang dikunjunginya. Sebaliknya di Medan, perpustakaan umum masih tertinggal jauh karena pembangunan kota lebih mengutamakan program instan.
Perpustakaan USU, lanjut Ridwan saat ini memiliki koleksi buku sebanyak 672.099 ekspemplar dengan judul buku 242.540. Jumlah tersebut mengalami penambahan setiap tahunnya sekitar 15-20 ribu ekspemplar dengan jumlah anggota 35.985 orang.
Sedangkan pengunjung sepanjang 2010 mencapai 1.213.915 orang dan pengunjung website 1.290.309 orang dari 155 negara.
Gratiskan Pemustaka
Di perpustakaan daerah Sumatera Utara, kebijakan menggratiskan pemustaka baru saja digalakkan. Menurut Sekretaris Badan Perpustakaan Dokumentasi dan Arsip Daerah (BPAD) Sumut Drs Chandra Silalahi MSi, program menggratiskan pungutan retribusi pelayanan jasa ketatausahaan ini dilakukan mulai 1 Januari 2011 sesuai dengan surat edaran gubsu.
Dijelaskannya, melalui surat edaran No. 973/14273 tanggal 29 Desember 2010 tersebut, BPAD Sumut tidak hanya menggratiskan iuran keanggotaan perpustakaan, melainkan juga denda keterlambatan dan penggunaan layanan internet serta audiovisual.
Tujuan diberlakukan kebijakan ini, menurut Chandra untuk meningkatkan minat baca di kalangan masyarak0t Sumut, sehingga selain dapat menambah pengetahuan dan wawasan juga sebagai aplikasi dari program Gubsu antara lain rakyat tidak bodoh.
Saat ini kata Chandra, judul koleksi buku yang ada di BPAD Sumut mencapai sebanyak 51.555 judul dengan jumlah 288.100 eksemplar. Sedangkan jumlah anggota pemustaka hingga akhir 2010 mencapai sebanyak 45.776 orang.
Skala Prioritas
Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Drs Syaiful Syafri mengaku perpustakaan di sekolah di Sumut belum memadai, bahkan masih ada sekolah belum memiliki perpustakaan.
Jikapun ada pun belum dikelola dengan baik termasuk sarana dan prasananya. Hal itu terjadi karena minimnya alokasi dana untuk pengembangan perpustakaan di sekolah.
Menurut Syaiful, dari 16.604 jumlah SMP di Sumut hanya sekitar 14 ribu sekolah yang memiliki perpustakaan, demikian juga dengan SMA yang jumlahnya mencapai 9.137, cuma sekitar 6 ribu yang memiliki perpustakaan.
Dari sekian banyak sekolah yang memiliki perpustakaan itu, rata-rata tidak dikelola oleh tenaga profesional di bidangnya. Misalnya guru BP atau guru PMP yang ditugaskan menjaga perpustakaan sekolah, bukan petugas khusus yang paham tentang bagaimana membuat perpustakaan agar terkelola dengan baik,” katanya.
Syaiful juga menyesali masih banyak ruang perpustakaan yang berada di bagian belakang ataupun di tingkat paling atas jika gedung sekolahnya bertingkat, sehingga menimbulkan keengganan untuk memasukinya.
Menurutnya, seiring dengan otonomi daerah dan otonomi pendidikan sehingga dengan sendirinya kabupaten dan kota harus memikirkan keberadaan perpustakaan itu dan semata-mata bukan hanya tanggungjawab pemerintah pusat ataupun provinsi.
Karena itu permasalahan perpustakaan ini harus menjadi skala prioritas dalam upaya meningkatkan minat baca siswa dan koleksi buku dalam bahan ajarnya.
Dalam hal ini diperlukan koordinasi yang lebih efektif antara pemerintah kabupaten dan kota dengan provinsi dan pusat dalam arti sistem perencanaannya yang berorientasi dengan kebutuhan.
Persiapan Ujian
Radeno Rizaldi, siswa Harapan Medan mengaku, keberadaan perpustakaan di sekolah sangat membantunya mendapatkan tambahan ilmu dan wawasan, termasuk persiapan menghadapi ujian.
Meskipun terbilang tidak sering masuk ke perpustakaan, tapi dia sadar keberadaan perpustakaan itu bermanfaat sebagai pembelajaran, apalagi jika ada tugas dari guru yang harus dilengkapi dengan referensi dari buku lain selain buku pelajaran.
Supaya perpustakaan sekolah itu terus diminati para siswa, dia berharap pihak sekolah menambah judul-judul buku termasuk yang fiksi serta melengkapinya dengan fasilitas pendukung seperti AC, sehingga bisa lebih nyaman membaca buku di perpustakaan tersebut.Medan|Jurnal Medan
sumber: http://medan.jurnas.com