KISAH LEGENDA PUTRI HIJAU

Pada mula, saya kurang ‘peduli’ thd budaya (spt cerita2 tradisi temurun) yg berkembang di daerah yg i tinggali, Medan Sumatra Utara. Sepertinya, i mrasa kurang memiliki waktu yg cukup utk mencerna apa saja crita yg beredar di sekitarku. Tapi pada saat berikutnya, ternyata aku diberi ksempatan utk merunut, paling tidak dari beberapa sumber yg bisa diakses dengan mudah di internet. Kata kunci yg kupakai atas dasar ketertarikan dan juga kedekatan lokasi, jatuhlah pilihan dari banyak pilihan yg diajukan oleh istri tercintaku (krn memang berasal dari Medan ia) pada cerita ‘Putri Hijau’!
Dari pencarianku tu, i lebih banyak dpt cerita ringkasnya ketimbang cerita lengkap dan terinci dari legenda Sang Putri ni. Tak apalah, toh dari ringkasannya pun i sdh dapat menambah satu lagi perbendaharaan pengetahuanku, terutama di bidang budaya. Kalo boleh saya tuliskan kembali, ringkas legenda kota Medan tsb adlh sbb.:
Di zaman dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Timur Besar kira-kira 10 Km dari Kampung Medan (yakni sekarang di Deli Tua, Sumatra Utara), seorang Putri yang sangat cantik dan karena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan Putri ini tersohor kemana-mana mulai dari Aceh sampai ke ujung Utara Pulau Jawa. Sultan Aceh jatuh cinta pada Putri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau. Sultan Aceh sangat marah karena penolakan itu dianggapnya sebagai penghinaan terhadap dirinya. Maka Kesultanan Aceh pun memerangi Kesultanan Deli, yg waktu itu dipimpin oleh saudara tua Putri, Mambang Yazid.

Al-kisah, dengan menggunakan kekuatan gaib seorang saudara tua Putri Hijau (Mambang Yazid) menjelma menjadi seekor ular naga dan seorang lagi (Mambang Hayali) menjadi sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya. Kesultanan Deli Lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena kecewa Putra Mahkota yang menjelma menjadi meriam itu meledak sebagian, bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya ke dataran tinggi Karo kira-kira 5 Km dari Kabanjahe.

Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh melalui Selat Malaka. Ketika kapal sampai di Ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur dan permohonan puan Putri dikabulkan. Tetapi baru saja upacara dimulai tiba-tiba berhembuslah angin ribut yang maha dahsyat disusul gelombang-gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncullah abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga itu dan dengan menggunakan rahangnya yang besar itu diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.

Legenda ini sampai sekarang masih terkenal di kalangan masyarakat Deli dan malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia.

Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan Benteng dan Puri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedang sisa meriam (Meriam Puntung) penjelmaan abang Putri Hijau itu dapat dilihat di halaman Istana Maimun Medan.
Begitu cerita ringkas sang Putri Hijau. Lantas pesan apakah yg ingin disampaikan dari si pembuat cerita legenda tersebut?

This entry was posted in Cerita (Turi - Turin). Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *